Article Detail
Parenting SMA Tarakanita 1: Orang Tua Harus Bisa Jaga Mulut
Siapa bilang, bersekolah hanya ditujukan untuk anak usia sekolah saja? Ada pepatah yang mengatakan “Long Life Education”, yang berarti belajar seumur hidup, walaupun sudah tidak usia sekolah tetap harus belajar, terutama belajar kehidupan.
Inilah yang terjadi di SMA Tarakanita 1. Para orang tua murid yang berasal dari kelas X, XI, dan XII sama-sama belajar parenting tentang memahami putra-putri mereka yang masih remaja. Hadir pula para orang tua murid dari SD Tarakanita dan SMP Tarakanita.
Acara yang diinisiasi oleh Forum Komunikasi dan Kerja Sama Keluarga Sekolah dan Masyarakat (FKKSKM) ini diselenggarakan pada hari Sabtu, 20/9/2025 di Auditorium Sekolah Tarakanita Pulo Raya, Jakarta Selatan. Dengan mengambil tema “Understanding Our Teens, Learning to Listen Closer, to Understand Deeper”, seminar ini menghadirkan psikolog muda Samantha Elsener.
Pada sambutan pembukaan, Sr. Bibiana, CB mengungkapkan bahwa memiliki putra-putri yang berada pada usia remaja memang sangat membingungkan orang tua. “Masa remaja yang dialami putra-putri pada zaman ini memang sangat membingungkan. Mereka tumbuh dan berdinamika di masa yang tidak mudah,” ujarnya.
Ia menegaskan orang tua pasti menginginkan yang terbaik dan membanggakan dirinya bagi para remaja.
Ia berharap parenting ini menjadi bekal yang baik untuk mendampingi putra-putri para orang tua yang hadir.
Jaga Mulut
“Seberapa paham Bapak-Ibu tentang teknologi dugital?” demikian Samantha bertanya kepada para orang tua di bagian awal paparannya.
Menurutnya, tingkat pemahaman orang tua terhadap teknologi digital mempengaruhi koneksi dengan anak-anak remaja.
Hal ini, menurutnya, mengibaratkan bahwa anak remaja dan orang tua harus bersinergi duduk bersama menghadapi era teknologi.
Dalam hal teknologi digital ini ada tantangan yang dihadapi remaja yaitu fase anak tidak bisa mengontrol jam tidur,
Samantha menegaskan bahwa orang tua harus bisa jaga mulut, artinya tidak perlu harus berteriak-teriak ketika memanggil putra-putrinya..
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa menjadi tanggung jawab orang tua untuk menyadarkan putra-putri agar disiplin. Misalnya, soal jam tidur
Yang bisa dilakukan orang tua, menurut Samaantha adalah terus intens berkomunikasi dengan putra-putrinya. Misalnya, memberikan bekal makanan ke sekolah, mengantar jemput anak-anaknya ke sekolah atau ke tempat aktivitas lainnya yang memungkinkan orang tua dapat mengobrol dan berkomunikasi. “Jika di rumah, komunikasilah dengan putra-putrinya. Datangi ke kamarnya, ikut melihat gadget yang dibuka. Jangan sampai ketika di rumah, komunikasi malah melalui gadget,” tegasnya.
Dalam hal remaja sudah harus memiliki gadget, Samantha menjelaskan bahwa memiliki aturan di rumah wajib ditegakkan. “Mungkin kita memiliki aturan bahwa anak memiliki gadget setelah usia 15 tahun. Tapi ada daya, saat pandemi mengharuskan anak SD pun harus memiliki gadget. Yang wajib dilakukan orang tua adalah mengubah aturan di rumah untuk anak usia 13-18 tahun. Kontrol penggunaan hape adalah tanggung jawab orang tua,” katanya.
Kata Samantha, memiliki anak remaja berarti harus siap dengan permasalahan yang dihadapinya. Dalam hal ini orang tua harus siap menghadapi mood mereka yang berubah-ubah.
“Tunggu mood mereka sudah mulai membaik dan berkomunikasilah,” ujarnya. ”Tapi dalam hal akademis, orang tua harus langsung menanganinya. Follow up terus akademisnya. Sarankan guru les atau teman belajar yang dapat meningkatkan nilai akademisnya,” tegasnya.
Samantha menegaskan perlu adanya “family value” dalam berkomunikasi dengan remaja. “Terutama dan harus dilakukan adalah komunikasi dua arah, jangan memberikan judge mental kepada remaja, namun respeklah terhadap mereka. Memberikan pertanyaan pancingan adalah salah satu strategi efektif mengungkap komunikasi dengan anak-anak.”
Ia menambahkan perlu “family value” dalam membentengi komunikasi remaja dengan teman sebayanya jika orang tua menyadari ada pengaruh yang kurang baik pada teman sebayanya. “Ajari remaja bergaul dengan teman sebanyak-banyaknya. Pelajari perilaku anak selama bergaul,” katanya.
Ia mengemukakan, pendidikan seksualitas menjadi tanggung jawab orang tua yang perlu diajarkan pada anak yang mengawali masa remajanya.
“Orang tua wajib mengenalkan organ reproduksi pada masa-masa prapubertas, sambil memberikan kesadaran bahwa remaja akan mengalami perubahan pada organ tubuhnya. Komunikasi dengan anak tentang seksualitas adalah privacy. Jadi dibutuhkan kedekatan orang tua dengan anak. Jika perlu berikan penjelasan mengenai seksualtias dari orang-orang profesional seperti dokter.”
Acara ini diawali dengan modern dance dari Tarch Angels. Acara dimoderatori Siska Anita Sari, Seksi Pendidikan FKKSKM.
Penulis : Christina Melkior Triharsanti
-
there are no comments yet