Article Detail

SMP Stece 1 Yogyakarta 12 Tahun Pertahankan MURI, Konsisten Memakai Batik Buatan Sendiri

Siswi SMP Stece 1 Yogyakarta saat kegiatan sekolah. (foto-foto: Dok. Sekolah)

“Wahhh…. Pas Muri saya baru 2 tahun ya Bu?” demikian komentar Hana, siswa kelas  9 yang sedang berada di depan aula SMP Stella Duce 1 Yogyakarta saat memandangi foto-foto dokumentasi sekolah.

Dua belas tahun lalu tepatnya tanggal 2 Oktober 2012 SMP Stella Duce 1 Yogyakarta memantapkan diri menjadi pionir pengenalan budaya batik pada siswa-siswi. Tidak hanya hanya itu, sekolah di bawah naungan Yayasan Tarakanita Cabang Yogyakarta ini juga berkomitmen mengenalkan dan menggunakan batik buatan sendiri di sekolah.

Batik, sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang kaya makna, telah diakui secara internasional sebagai Warisan Budaya Takbenda Manusia oleh UNESCO pada tahun 2009. Pengakuan ini menegaskan nilai estetika dan budaya batik, serta melestarikan teknik dan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Tim dari MURI, GBPH Prabu Kusumo (ketiga dari kiri), Perwakilan Yayasan, Kepala Sekolah Dra. Listyawati, S.Pd (ketiga dari kanan) dan Tim dari sekolah.

Maka berdasarkan latarbelakang di atas SMP Stece 1 Yogyakarta ini juga juga menanamkan kecintaan dan kebanggaan tentang batik perlu dikenalkan kepada siswa dan siswi. Hal ini telah dirintis sejak tahun 2010 dan waktu itu yang menjadi Kepala Sekolah adalah Dra. Listyawati, S.Pd.

Batik Sebelum MURI

Bagi SMP Stece 1 Yogyakarta, batik memang bukan hal baru, sejak awalmemang sudah memilih untuk mengenalkan batik pada para siswa. Termasuk proses membatik yang rumit mulai dikenalkan sejak dini.

Pengenalan batik ini dimulai melalui berbagai tahapan. Pertama, sekolah meminta siswa-siswi untuk membuat pola dan ragam batik diatas kertas, selanjutnya mempraktekannya dengan menggambar di kain putih (mori).

Kedua, setelah gambar selesai, mereka lalu menebalkan dengan lilin batik (malam). Selanjutnya untuk tahap ketiga, adalah pewarnaan. Tahap ini juga disebut proses celup. Hingga proses batik selesai.

Pada tahap ini mereka menghasilkan batik dalam wujud  seperti saputangan serta lukisan batik sederhana. Tentu hal ini belum cukup untuk menjadikan batik sebagai kebanggaan bagi para siswa dan siswi. Maka ditingkatkan lagi menjadi baju, yang bisa digunakan dan dilihat oleh orang lain dalam wujud seragam sekolah.

Bagi SMP Stece 1, proses membatik ini adalah sebuah proses pengolahan diri. Mematik menjadi sebuah pelajaran berharga bagi siswa-siswi.  Misalnya dalam proses memberi malam atau disebut nyanthing, siswa diajarkan tentang ketelatenan, kehati-hatian dan kesabaran.

Penghargaan MURI untuk Sebuah Dedikasi

Mendapatkan penghargaan MURI, bagi SMP Stece 1 di daerah Dagen tak jauh dari Malioboro ini adalah sebuah kebanggan. Memori pada hari batik nasional 2 Oktober 2012 itu menjadi momen sejarah bagi sekolah karya para Suster-suster Kongregasi Santo Carolus Borromeus (CB) yakni sebagai sekolah pelopor pengguna batik karya sendiri.

Tentu waktu itu penilaian dan syarat untuk mendapatkan rekor MURI ini tentu tidak sederhana. Salah satunya adalah guru dan siswa-siswi harus mengenakan batik karya sendiri termasuk proses membatiknya.

Siswa-siswi SMP Stece 1 Yogyakarta pada ajang Jogja Fashion Week.

Hingga saat ini SMP Stece 1 Yogyakarta tetap setia untuk memberikan Pelajaran tentang membatik sehingga ketekunan, ketelatenan dan serta kesabaran siswa-siswi di asah. Sekolah ingin mengajarkan sepirit kebaikan bagi siswa-siswi.

Maka siswa-siswi dari kelas VII hingga kelas IX diberikan Pelajaran membatik dengan proses berjenjang. Baik ektra kurikuler serta intrakurikuler di jam efektif di pagi hari.

Pelajaran membatik bagi siswa kelas VII, adalah pengenalan batik teknik celup sibori. Proses ini belum menggunakan malam (nyanthing).  Setelah terbentuk kain sibori, maka mereka diminta untuk menjahit menjadi baju, dan dikenakan di hari Jumat.

Sementara itu bagi siswa-siswi kelas VIII, siswa dikenalkan pembuatan batik teknik cap. Uniknya bahan cap yang kami gunakan juga cap buatan siswa sendiri yang bahan utamanya dari kertas bekas (limbah) kardus atau karton. Setelah proses pencelupan, siswa membuatnya menjadi baju batik cap buatan sendiri yang juga dikenakan sebagai seragam sekolah pada hari Jumat.

Siswa-siswi yang sudah di kelas IX akan mendapatkan Pelajaran membatik yang lebih lengkap setelah melewati dua tahap membatik Teknik sibori dan Teknik cap. Mereka yang duduk di kelas IX dikenalkan dengan batik murni yakni menggunakan canting dalam memproses kain batiknya. Mereka diminta membatik di atas pola baju (dengan ukuran baju) sendiri sehingga motif yang dibuat  presisi dengan ukuran badannya. Dan ini tidak menjadikan tidak asal potong motif.


Belajar menggunakan cap dari bahan limbah kertas.

Dalam proses pelajaran membatik ini tentu kemampuan siswa sangat beragam, baik dalam menggambar, memberi warna, pola dan lainnya. Namun apapun bentuknya, itu perlu diapresiasi  baik oleh dirinya sendiri maupun sekolah. Maka hal ini tentu menjadikan sebuah kebanggaan bagi siswa-siswi atas karyanya sendiri. Dengan proses terus-menerus teknik membatik tentu berkembang,siswa akan lebih kreatif dan energik dalam memberi warna, sesuai dengan usia dan cita rasa mereka.

Percaya Diri dengan Batik Buatan Sendiri

Membangun kepercayaan diri bisa dimulai dari hal-hal sederhana. Siswa-siswi Stece Yogyakarta ini berproses diri. Mereka belajar membatik sebuah proses yang sebenarnya tidak mudah bahkan rumit. Dibutuhkan kesabaran dan ketelitian. Inilah dedikasi sekolah yang berspirit Elisabeth Gruiters yang hendak menghasilkan lulusan yang baik dan cerdas dan berbelarasa. Sehingga bisa melestarikan warisan budaya adiluhung.

Kenangan akan megnenakan  batik bikinan sendiri tentu akan menyertai siswa seumur hidupnya. Momen “pernah” membatik bisa menjadi bahan untuk diceritakan ulang pada generasi selanjutnya. Mozaik ini yang dibidik, agar ada warisan yang setidaknya bisa dikenalkan dari generasi ke generasi.

Selamat Hari Batik Nasional! 2 Oktober

Imelda Wiwit, Guru SMP Stece 1 Yogyakarta




Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment