Article Detail

Memilih untuk Mengembangkan Diri atau Membenamkan Diri


Kepala Bagian Personalia Wilayah Bengkulu, Ari Kristanti Wulandari, S.Pd (KalderaNews/Dok. Tarakanita Bengkulu)




“One can choose to go back toward safety or forward toward growth. Growth must be chosen again and again; fear must be overcome again and again.” – Abraham Maslow



 Tantangan dunia pendidikan semakin beragam. Hal ini menuntut pendidik dan tenaga pendidik untuk terus meng-upgrade diri untuk menjawab tantangan tersebut. Sayangnya, belum semua sumber daya yang terlibat dalam pendidikan memiliki mindset berkembang.

Mindset atau pola pikir dapat diartikan sebagai kumpulan keyakinan atau cara berpikir yang akan menentukan reaksi dan pemaknaan seseorang terhadap sebuah peristiwa atau kejadian. Mindset dapat mempengaruhi perilaku atau cara berfikir seseorang dalam menentukan sikap, pandangan hingga masa depan seseorang.

Dalam buku yang berjudul Mindset, Carol S. Dweck membedakan Mindset menjadi dua, yakni Fixed Mindset (Pola pikir tetap) dan Growth Mindset (Pola pikir bertumbuh). Keduanya memiliki karakteristik berbeda yang tampak dalam reaksi menghadapi sebuah situasi atau peristiwa.

a). Reaksi pada suatu tantangan dan hal baru

Fixed Mindset memandang bahwa intelegensi, bakat atau sifat merupakan fungsi hereditas atau keturunan, tetap dan tidak dapat berubah. Seseorang memiliki bakat alami tidak akan kehilangan bakatnya dan bagi yang tidak memiliki kompetensi tidak akan pernah bisa mengembangkan dirinya.

Karena kepercayaan tersebut, orang yang memiliki Fixed Mindset seringkali mengesampingkan kritik dan menganggap bahwa segala usaha tidak bermanfaat. Karenanya, mereka senang berada di zona nyaman tanpa keinginan mengembangkan diri melalui hal baru atau tantangan.

Sebaliknya individu dengan Growth Mindset percaya bahwa bakat atau kompetensi dapat diperoleh melalui berbagai macam proses dan pengalaman.

Karena pandangan tersebut, para pemilik Growth Mindset menganggap tantangan dan hal baru adalah kesempatan untuk belajar dan jika menemui kegagalan, itu merupakan proses dalam belajar dan mengembangkan diri, bukan karena tidak memiliki kompetensi/bakat. Kompetensi dapat ditingkatkan melalui usaha dan ketekunan.

b). Reaksi terhadap kritikan

Dalam dunia kerja, kritikan tentu tak luput dari keseharian kita. Namun, setiap orang dapat memberikan reaksi yang berbeda pada sebuah kritikan yang ditujukan pada dirinya. Seorang yang memiliki Fixed mindset menanggapi sebuah kritikan sebagai sesuatu yang mengancam identitas mereka sehingga seringkali merasa tersinggung saat menerima kritikan.

Tentu saja hal tersebut menghambat perkembangan diri. Sedangkan orang yang memiliki Growth mindset menganggap kritikan sebagai sesuatu yang dapat membantu mereka untuk berkembang dan belajar.

Melihat ketiga poin tersebut, kita dapat melihat mindset mana yang memiliki kesempatan untuk maju. Tentu saja, Growth mindset. Individu yang memiliki pola pikir ini, memiliki daya

juang (conviction) yang menjadi modal utama untuk menghadapi kegagalan dan mengembangkan kompetensi mereka. Ciri-ciri lain yakni:

  • Memiliki kesanggupan dan usaha untuk mengembangkan kompetensi. Pemilik Growth mindset selalu ingin mempelajari hal baru untuk menambah ilmu, wawasan dan keterampilan.
  • Fokus pada proses. Growth mindset tidak fokus pada hasil tetapi pada setiap proses belajar yang dialami karena mereka percaya setiap upaya akan membuahkan hasil baik.

Dari uraian di atas, kita dapat menilai diri kita, termasuk Fixed Mindset atau Growth Mindset? Mindset ini tidak tergantung dari profesi, gender maupun usia. Laki-laki atau Perempuan, tua atau muda bisa memilih untuk berkembang atau membenamkan diri di zona nyaman.

Di tengah tantangan dunia pendidikan yang semakin beragam, sebagai pendidik ataupun tenaga pendidik, kita harus belajar untuk memiliki, melatih dan meningkatkan Growth mindset kita. Guru yang memiliki Growth mindset lebih siap menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi di masa depan.

Perubahan tidak bisa seketika terjadi jika kita masih memiliki mindset kuno. Oleh karena itu, penting untuk terus meng-update mindset kita (Right, 2018). Tidak hanya puas di zona nyaman, tetapi terus berusaha mengembangkan diri melalui pendekatan, metode dan juga desain pembelajaran yang up-to-date.

Jika hal itu terjadi, tidak akan ada lagi ditemukan guru yang hanya berorientasi pada penyampaian materi secara satu arah (teacher-centered). Peserta didik pun akan semakin terasah untuk berpikir kritis dan memiliki solusi-solusi cerdas hasil pemikiran sendiri.

Bagaimana dengan tenaga pendidik? Tenaga penididik memegang peranan yang tak kalah penting. Seturut dengan perkembangan kurikulum dan teknologi di era digital, transfer informasi dan data juga membutuhkan keterampilan yang cakap dan cepat.

Oleh karena itu, tenaga kependidikan juga dituntut untuk semakin ”melek” teknologi. Mereka yang menikmati zona nyaman dan enggan bergerak maju tentu akan tergerus kemajuan jaman.

Menghadapi tantangan tersebut, tenaga kependidikan juga harus memiliki, melatih dan meningkatkan Growth mindset. Growth mindset akan memicu daya juang untuk meningkatkan kompetensi sesuai tuntutan jaman. Lebih dari itu, mereka yang memiliki Growth mindset akan tertantang untuk terus belajar dan mengembangkan diri dengan berbagai kemudahan yang didapat di era serba cepat ini.

Dengan mengakses berbagai sumber belajar, setiap individu yang memiliki kompetensi dapat menjadi penyambung pengetahuan bagi sesama rekan kerja. Tentu ini sebuah tantangan baru yang hanya diminati oleh mereka yang memiliki Growth mindset.

Tenaga kependidikan tidak lagi hanya duduk di belakang meja untuk mengerjakan administrasi, namun kompetensi yang mereka miliki dapat membawa mereka, yang suka tantangan, untuk menjadi narasumber dalam sebuah wadah belajar, baik secara online maupun offline.

Setelah mengetahui mengenai Fixed Mindset dan Growth Mindset, tentu kita tidak ingin hanya diam berpuas diri. Perkembangan jaman terus melesat, pengetahuan pun berkembang pesat, peserta didik perlu didampingi pendidik yang inovatif agar menjadi pribadi yang kritis dan solutif.

Oleh: Ari Kristanti Wulandari, S.Pd, Kepala Bagian Personalia Wilayah Bengkulu


REFERENSI

Dweck, Carol, 2019 Mindset. Jakarta: Penerbit Baca

Eka. (2023). Mindset yang Harus Dimiliki Guru di Abad 21. Diakses 12 Agustus 2024 dari guru inovatif.id Right, Asrul, 2018 Guru 5G. Solo: Metagraf

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment