Article Detail
Manajemen Diri untuk Meningkatkan Motivasi Kerja
“Dimasa pandemi ini, apa yang terlintas dalam pikiran anda?”
demikian pertanyaan Stella mengawali Hari Studi Guru (HSG) Yayasan Tarakanita
Wilayah Jakarta yang diselenggarakan secara virtual Sabtu, 17 Oktober 2020. Kegiatan
HSG kali ini diikuti oleh semua guru jenjang KB-TK, SD, SMP, SMA, SMK di
lingkungan Yayasan Tarakanita Wilayah Jakarta.
Hari studi guru merupakan program Yayasan Tarakanita dimana
para guru difasilitasi agar dapat belajar satu sama lain untuk mengembangkan
dirinya.
“WFH, WFO, PJJ, PDP, ODP, OTG, isolasi mandiri, social distancing, dampak ekonomi, masa depan, sampai kapan?” demikian jawaban yang muncul dari para guru menanggapi pertanyaan Stella Tirta, M.Psi., Psikolog yang dihadirkan pada hari studi guru kali ini. Stella sendiri merupakan seorang psikolog yang juga merupakan alumnus SMP dan SMA Tarakanita 2 Jakarta.
Menurut Stella, ada beberapa fenomena pada masa pandemi covid
19 ini:
1.
Curahan hati orang tua bahwa ketika anak belajar
di rumah menambah beban dan orang tua menjadi stress.
2.
Penambahan peran: peran awal sebagai orang tua,
suami/istri, profesi guru, pengelola rumah, bertambah peran menjadi
“pembelajar” kembali. Dipaksa belajar dan mengerti teknologi/aplikasi tertentu,
online shopping, online banking dll.
3.
Peningkatan internet streaming worldwide (film,
music, game, gambling, porn site, cyberbullying, ect), peningkatan penggunaan
alkohol.
4.
Peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga,
telah terjadi peningkatan gelombang KDRT yang mengerikan bersifat global
(Antonio Guterres , Sekjen PBB, twitter).
5.
Isu kesehatan mental (Mental Health Problem)
pada orang dewasa, remaja dan anak.
Tantangan lain yang ada:
1.
Guru harus mengemas pembelajaran yang menarik
dengan berbagai aplikasi.
2.
Keterbatasan ketrampilan dan waktu.
3.
Tugas-tugas “tambahan” karena kondisi pandemi.
4.
Ekspektasi orang tua yang beranekaragam.
5.
Tuntutan kurikulum.
6.
Kehidupan guru dalam keluarga masing-masing.
“Lalu sejak pandemi covid-19 terjadi di Indonesia, apakah
perasaan dominan yang paling anda rasakan?” tanya Stella melanjutkan
paparannya. Kuatir/kecemasan rupanya merupakan perasaan yang paling dominan dan
menjadi tantangan terbesar dimasa pandemi ini. Hal ini terlihat dari jawaban
peserta dalam survey kecil yang diberikan melalui mentimeter.
“Ada beberapa gejala kecemasan” ucap Stella melanjutkan
paparannya. Gejalanya adalah:
1.
Merasa kuatir, tidak tenang, dan gelisah.
2.
Merasa lelah dan lemah.
3.
Menjadi mudah kesal dan marah.
4.
Selit mengontrol perasaan kuatir.
5.
Sulit konsentrasi.
6.
Berpikir akan segera terjadi bencana, bahaya,
merasa panik.
7.
Bernapas dengan cepat (hyperventilation),
berkeringat, gemetar.
8.
Ada ketegangan otot (muscle tension)
9.
Mengalami permasalahan tidur, seperti sulit
untuk tidur atau bertahan tidur, gelisah saat tidur, tidak bisa tidur dengan
lelap.
10.
Mengalami permasalahan berkaitan dengan
pencernakan (gastrointestinal problems).
Kecemasan dengan gejala-gejala di atas bisa mejadi indikasi
adanya persoalan dengan kesehatan mental seseorang.
Beberapa hal yang dapat menjadi pemicu kesehatan mental
seseorang bermasalah (seseorang mengalami permasalahan psikologis):
1.
Internal: pola pikir (persepsi terhadap suatu
situasi positif/negative), regulasi emosi, neurobiological factors (genes,
brain chemistry).
2.
Eksternal: pola pengasuhan keluarga, petemanan,
pasangan, persoalan akademis, pekerjaan, pemikiran masa depan, kesehatan,
kehilangan anggota keluarga, pengalaman traumatis, hidup dalam kondisi tidak
nyaman/terancam (seperti perang, kemiskinan, bencana, dll)
“Adalah “WAJAR” jika kita merasa cemas/stress dalam situasi
saat ini” ucap Stella.
Saat ini situasinya “tidak pasti” (uncertainty), tidak ada
yang tahu bahwa situasinya akan menjadi seperti ini, tidak ada yang tahu kapan
situasi ini akan berakhir, dampaknya bagi kita secara pribadi dan
nasional/global, sekalipun para ahli berusaha memprediksi. Ketidakpastian ini
membuat manusia menjadi cemas.
Ada ancaman terhadap Our Needs sebagai manusia dengan
situasi saat ini (terutama physiological needs dan security needs).
Survival mode ON?
“Tapi, seberapa tinggi level kecemasan kita? Berapa lama
akan bertahan dalam kecemasan?” ucap Stella.
Hal-hal yang bisa dilakukan agar kita dapat tetap bekerja
dengan penuh semangat dimasa pandemi ini adalah:
1.
Kenali diri: akui dan menerima diri
(self-awereness) kalau sedang cemas, kenali gejala atau ciri-ciri klau kita
sedang cemas, ingat ada “Alarm” dari otak dan tubuh kita perayaan tidak nyaman
misalnya atau reaksi tubuh kita (perlu kita identivikasi).
2.
Strategi berpikir positif: kenali
pikiran-pikiran negatif yang sering muncul, hentikan dan segera ubah untuk
berpikir positif; boleh berpikir masa depan, tetapi yang terpenting adalah masa
kini; belajar menemukan bahwa dalam keterbatasan kitapun ada hal-hal yang tetap
dapat kita lakukan.
3.
Menetapkan tujuan yang realistis, berdayakan
segala sumber yang ada terutama kekuatan yang dimiliki.
4.
Membuat prioritas: apa yang harus kita lakukan
saat ini? Apa yang hal pertama yang bisa kita lakukan?
5.
Belajar hal baru, berpikir kreatif (out of the
box), keluar dari zona nyaman.
6.
Luangkan waktu untuk diri kita: melakukan hobby,
kegiatan rohani/spiritual, istirahat, evaluasi diri, tidur, dll.
7.
Sadari bahwa kita tidak sendirian: semua orang
sedang berproses dalam “perubahan” ini.
8.
Selalu membangun komunikasi dengan teman dan
saudara untuk saling memberi dukungan sosial dan moral.
9.
Batasi media sosial yang menimbulkan kecemasan,
berusaha menemukan sumber yang dapat dipercaya dalam setiap informasi yang kita
terima.
10.
Dukungan pasangan dan keluarga: diskusikan dalam
keluarga segala sesuatunya yang harus dipersiapkan dan dilakukan dalam kondisi
dimana harus melakukan WFH dan SFH/PJJ.
11.
Lakukan aktivitas ringan bersama keluarga
misalnya: olah raga bersama, memasak bersama, nonton film komedi sehingga bisa
tercawa lepas bersama-sama, dll.
“Orang tua/guru perlu peka dengan kondisi dirinya terlebih
dahulu” ucap Stella mengakhiri paparannya.
Semoga dengan kegiatan HSG ini para guru bisa memanajemen
dirinya agar dapat melaksanakan tugas pembelajaran dengan penuh sukacita,
sehingga kelas online yang dilakukanpun selain berkualitas juga menghadirkan
sukacita bagi peserta didik. (Frans Suyono)
-
there are no comments yet