Article Detail

Cerita Bunyi dan Rosa dari Harima

                Satu bulan sudah Bunyi dan Rosa berada di Jepang, disambut dengan indahnya bunga sakura dengan cuaca yang masih relatif dingin untuk kebiasaan orang-orang Indonesia. Pengalaman yang luar biasa ketika untuk pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di Jepang, serasa tak percaya tetapi begitulah kisah perjalanan dan pembelajaran Bunyi dan Rosa dimulai di Harima untuk satu tahun ke depan. Satu minggu pertama pasti terasa cukup berat dengan perasaan yang campur aduk. Ada rasa senang, rasa sedih, rasa rindu, rasa syukur, rasa bangga pada diri sendiri, semua campur aduk menjadi satu.
             Bunyi dan Rosa tinggal berdua di asrama, sembari menunggu dua siswi lain dari Polandia yang juga akan mengikuti program yang sama di Harima. Hari-hari adaptasi yang menantang sekaligus mengesankan, saat Bunyi dan Rosa hanya bisa bercakap-cakap dalam Bahasa Indonesia berdua, saat orientasi lingkungan hanya ditemani Tsunemori sensei (Guru Bahasa Inggris), saat bertemu dengan teman-teman sekelas tetapi masih belum banyak yang bisa didiskusikan, saat tubuh harus banyak menyesuaikan dengan pola dan jenis makanan, dan masih banyak penyesuaian-penyesuaian lain yang berkaitan dengan Bahasa Jepang.
            Jumat, 8 April 2016 merupakan hari pertama Bunyi dan Rosa masuk sekolah baru. Saat memasuki ruang   kelas, Bunyi dan Rosa mendapat sambutan hangat dari teman-teman. Mereka masuk di kelas 2-1 di Hyogo-ken Harima High School, setingkat kelas XI kalau di Indonesia. Pelajaran dimulai pukul 08.00 kemudian istirahat makan siang pukul 12.45 – 13.25 lalu dilanjutkan pelajaran hingga pukul 15.15.  Ada jeda sepuluh menit sebelum ke jam selanjutnya. Siswi di kelas tersebut berjumlah tujuh belas yang kemudian menjadi sembilan belas karena kehadiran Bunyi dan Rosa. Hari itu mereka memperkanalkan diri di depan kelas. Ada yang menggunakan bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahkan bahasa Indonesia.
          Sebelum pelajaran di mulai, kami memberi hormat kepada guru lalu bermeditasi. Kami memejamkan mata dan guru akan memanggil nama satu persatu, kemudian kami membuka mata. Kondisi di kelas sangat kondusif, tidak ada satu siswi pun yang sibuk sendiri. Pelajaran yang harus Bunyi dan Rosa ikuti di kelas adalah bahasa Inggris, matematika, biologi, kimia, olahraga, musik dan 7J. Tentu saja menggunakan bahasa Jepang.  Sepanjang hari suasana kelas haruslah bersih. Setiap siswi mendapat tugas masing-masing, ada yang menyapu, mengelap lantai, mengelap jendela, membersihkan papan tulis dan penghapus papan tulis. Sebelum memulai bersih-bersih semua siswi berbaris dan serempak mengucapkan Damatte Sagyo! Asega deru made shinkenni. Okonou kotou Chikaimasu. Onegai dashimasu” yang intinya “kami berjanji kami akan melakukannya dengan baik sampai berkeringat sekalipun”.
            Demikian kegiatan rutin Bunyi dan Rosa selama di asrama, selain mengikuti pelajaran di sekolah, mereka juga masih terus memperdalam dan memperlancar kemampuan bahasa Jepang dengan pendampingan guru, mengingat pada bulan Juli mereka harus mengikuti semacam Ujian Nasional untuk Bahasa Jepang.

Cerita Bunyi dan Rosa dari Harima

            Satu bulan sudah Bunyi dan Rosa berada di Jepang, disambut dengan indahnya bunga sakura dengan cuaca yang masih relatif dingin untuk kebiasaan orang-orang Indonesia. Pengalaman yang luar biasa ketika untuk pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di Jepang, serasa tak percaya tetapi begitulah kisah perjalanan dan pembelajaran Bunyi dan Rosa dimulai di Harima untuk satu tahun ke depan. Satu minggu pertama pasti terasa cukup berat dengan perasaan yang campur aduk. Ada rasa senang, rasa sedih, rasa rindu, rasa syukur, rasa bangga pada diri sendiri, semua campur aduk menjadi satu.
           Bunyi dan Rosa tinggal berdua di asrama, sembari menunggu dua siswi lain dari Polandia yang juga akan mengikuti program yang sama di Harima. Hari-hari adaptasi yang menantang sekaligus mengesankan, saat Bunyi dan Rosa hanya bisa bercakap-cakap dalam Bahasa Indonesia berdua, saat orientasi lingkungan hanya ditemani Tsunemori sensei (Guru Bahasa Inggris), saat bertemu dengan teman-teman sekelas tetapi masih belum banyak yang bisa didiskusikan, saat tubuh harus banyak menyesuaikan dengan pola dan jenis makanan, dan masih banyak penyesuaian-penyesuaian lain yang berkaitan dengan Bahasa Jepang.
            Jumat, 8 April 2016 merupakan hari pertama Bunyi dan Rosa masuk sekolah baru. Saat memasuki ruang kelas, Bunyi dan Rosa mendapat sambutan hangat dari teman-teman. Mereka masuk di kelas 2-1 di Hyogo-ken Harima High School, setingkat kelas XI kalau di Indonesia. Pelajaran dimulai pukul 08.00 kemudian istirahat makan siang pukul 12.45 – 13.25 lalu dilanjutkan pelajaran hingga pukul 15.15.  Ada jeda sepuluh menit sebelum ke jam selanjutnya. Siswi di kelas tersebut berjumlah tujuh belas yang kemudian menjadi sembilan belas karena kehadiran Bunyi dan Rosa. Hari itu mereka memperkanalkan diri di depan kelas. Ada yang menggunakan bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahkan bahasa Indonesia.
          Sebelum pelajaran di mulai, kami memberi hormat kepada guru lalu bermeditasi. Kami memejamkan mata dan guru akan memanggil nama satu persatu, kemudian kami membuka mata. Kondisi di kelas sangat kondusif, tidak ada satu siswi pun yang sibuk sendiri. Pelajaran yang harus Bunyi dan Rosa ikuti di kelas adalah bahasa Inggris, matematika, biologi, kimia, olahraga, musik dan 7J. Tentu saja menggunakan bahasa Jepang.  Sepanjang hari suasana kelas haruslah bersih. Setiap siswi mendapat tugas masing-masing, ada yang menyapu, mengelap lantai, mengelap jendela, membersihkan papan tulis dan penghapus papan tulis. Sebelum memulai bersih-bersih semua siswi berbaris dan serempak mengucapkan Damatte Sagyo! Asega deru made shinkenni. Okonou kotou Chikaimasu. Onegai dashimasu” yang intinya “kami berjanji kami akan melakukannya dengan baik sampai berkeringat sekalipun”.
             Demikian kegiatan rutin Bunyi dan Rosa selama di asrama, selain mengikuti pelajaran di sekolah, mereka juga masih terus memperdalam dan memperlancar kemampuan bahasa Jepang dengan pendampingan guru, mengingat pada bulan Juli mereka harus mengikuti semacam Ujian Nasional untuk Bahasa Jepang.
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment