Article Detail

Regenerasi Dalang Melalui Pagelaran Wayang Climen

Pagelaran wayang kulit yang terhenti sejak pandemi kini mulai digelar kembali. Masyarakat dan para pekerja seni saling beradaptasi agar pertunjukan seni bisa tetap lestari dan menghidupi. Salah satunya dengan mengadakan pertunjukan wayang secara virtual atau dikenal dengan wayang climen. 

Mungkin istilah wayang climen masih asing di telinga masyarakat. Pada dasarnya wayang climen adalah pertunjukan yang disajikan secara minimalis berkaitan dengan penggunaan media online untuk menyiarkan pertunjukan secara langsung atau live streaming. Pertunjukannya pun tidak dilakukan secara semalam suntuk seperti pada wayang kulit pada umumnya, namun durasi pertunjukan wayang climen lebih terbatas dengan mengurangi beberapa bagian cerita. Selain itu, jumlah sinden dan niyaga yang terlibat tidak sebanyak pertunjukan wayang pada umumnya.

Dalam mendukung proses regenerasi dalang yang sangat penting dalam pertunjukan seni budaya perwayangan, maka pada tanggal 13 Maret 2024 di adakan Pagelaran Wayang Climen dengan lakon : Satria Lancur Pandawa, yang di dalangi langsung oleh dua siswa SMP Stella Duce 2 Yogyakarta. Siswa yang menjadi dalang tersebut bernama Rafael Windrasto Satrio Adhi (VII Niscala - SMP Stella Duce 2 Yogyakarta) dan R. Nurwaskita Cahyo Darmawan (VII Niscala - SMP Stella Duce 2 Yogyakarta).

Dalam pagelaran wayang dengan durasi waktu dua jam tersebut, membawa kembali semangat pelestarian budaya asli nusantara, khususnya budaya Jawa yang dulunya menjadi bagian keseharian masyarakat saat adanya suatu perayaan dimasyarakat, namun saat ini mulai banyak ditinggalkan oleh masyarakat. Melalui pagelaran Wayang Climen ini ada rasa optimis melihat adanya proses regenerasi profesi dalang, yang merupakan bagian penting dalam dunia perwayangan.

 

Sedikit profil siswa dalang SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.



Dalang, Rafael Windrasto Satrio Adhi “Fael”  saat pertunjukan Wayang Climen. (Yogyakarta, 13/03/2024)

 

Rafael Windrasto Satrio Adhi biasa dipanggil Rafael atau Fael dari kelas 7 Niscala. Fael memiliki ketertarikan pada wayang ketika dikenalkan wayang oleh orang tuanya. Pada mulanya Fael hanya memiliki ketertarikan pada tokoh punokawan kemudian berkembang pada seni karawitan, dan pada kelas 4 SD Fael mulai belajar seni pedalangan.



Dalang, R. Nurwaskita Cahyo Darmawan “Ayok” saat pertunjukan Wayang Climen. (Yogyakarta, 13/03/2024)

 

R. Nurwaskita Cahyo Darmawan biasa dipanggil Ayok dari kelas 7 Niscala

Ayok suka wayang kulit dari umur 2,5 tahun pertama kali dikenalkan oleh neneknya yang sering memberikan mainan gantungan kunci berbentuk wayang. Ayok sedari kecil sudah hafal nama-nama tokoh wayang. Ayahnya pun mendukung minat Ayok pada seni wayang kulit sehingga pada kelas 3 SD sudah diikutkan pada sanggar seni pedalangan.

Anak-anak yang menjadi dalang pada pagelaran wayang climen tergabung dalam ekstra karawitan di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta.

Pada mulanya pertunjukan ini digagas oleh kepala sekolah SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Bapak R.V Banu Hastha Kunjana karena melihat talenta siswa-siswi SMP Stella Duce 2 Yogyakarta dalam hal seni karawitan dan pedalangan. Pertunjukan wayang “Climen” di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tak luput dari bantuan seniman gamelan yang bernama Pak Pardiman Djoyonegoro sekaligus pemilik sanggar seni “Omah Cangkem” (OCM). Kolaborasi antara SMP Stella Duce 2 Yogyakarta dalam pertunjukan wayang climen dipersiapkan selama kurang lebih satu setengah bulan dengan latihan rutin bersama di sanggar Omah Cangkem.

Wayang climen ini sendiri berkembang dari situasi pandemi, pertunjukannya digelar secara ringkas untuk mengikuti pola perubahan zaman, disaat masyarakat mulai tekendala kerna kesibukan dan keterbatasan waktu yang dimiliki. Walaupun wayang climen disajikan dengan format yang lebih ringkas dari wayang kulit pada umumnya, esensi ceritanya tetap terjaga dan masih mengikat secara emosional dengan para penonton.

Hal ini juga turut membantu proses regenerasi profesi dalang beserta para pendukung pertunjukan didalamnya, yang natabenenya akan diteruskan oleh generasi yang lebih muda. Besar harapan, nantinya ada generasi penerus yang akan tetap melestarikan seni budaya melalui para peserta didik sedari dini sebagai bagian dari penanaman pendidikan karakter. Pendidikan tetap berjalan, nilai-nilai budaya luhur tetap lestari.

 

 

 

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment