Article Detail
Covid-19, Learning from Home, dan Pendidikan Karakter
Caecilia Petra Gading, M.Pd
Guru Bahasa Indonesia – SMA Tarakanita 2 Jakarta
Virus Covid-19 atau lebih dikenal dengan virus Corona masih menyita perhatian masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pasalnya, virus ini sangat mudah menyerang tubuh manusia yang berimun rendah hingga menyebabkan kematian. Selain itu, penularan virus ini juga sangat mudah, yaitu hanya dengan bersentuhan saja bisa terjangkit virus ini. Sekitar 3 bulan virus ini sudah berkembang di tanah air dan telah mengakibatkan ribuan orang meninggal. Tidak hanya di tanah air, bahkan di dunia juga sedang berjuang melawan pandemi Corona ini. Menyikapi adanya kejadian tersebut, para pemangku kebijakan di berbagai level melakukan berbagai upaya pencegahan.
Upaya tersebut seperti aturan penutupan tempat hiburan (mall, restoran, taman bermain dll), pembatasan wilayah, pembatasan kendaraan umum, work from home. Bahkan learning from home diberlakukan demi mencegah penyebaran Covid-19 ini. Kegiatan belajar mengajar yang seharusnya dilakukan di sekolah, pada akhirnya harus dilaksanakan di rumah masing-masing. Banyak program sekolah yang tidak terlaksana akibat kebijakan Learning from home ini misalnya study tour, kepramukaan, ujian sekolah bahkan hingga UN pun terpaksa dibatalkan.
Meskipun learning from home ini bersifat sementara, penghentian kegiatan belajar di sekolah tentunya akan menjadi persoalan serius apabila tidak segera diikuti dengan langkah-langkah strategis. Penyelenggaraan kegiatan pembelajaran jarak jauh atau distance learning menjadi salah satu solusi bagi pihak sekolah dan peserta didik untuk menjaga keberlangsungan kegiatan belajar mengajar ini. Berbagai media belajar daring, aplikasi, maupun portal belajar yang tersedia saat ini menjadi pilhan utama guru dan peserta didik. Mulai dari apikasi Line, Whatsapp, Zoom Meeting, Google Meet, Kahoot, Moodle, Quiziz, Google Classroom, Jitsi Meet, bahkan ada portal belajar seperti Sipintar dll. Berbekal laptop, HP, komputer dengan akses internet yang memadai, kegiatan belajar pun dapat dilakukan di manapun tanpa meninggalkan rumah.
Penggunaan berbagai aplikasi dalam pembelajaran jarak jauh sejatinya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena berbagai hal. Persoalan kualitas jaringan, perbedaan spesifikasi perangkat yang digunakan, perbedaan letak geografi serta latar belakang sosial dan ekonomi keluarga peserta didik pun sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kegiatan belajar secara daring tersebut. Selain itu, adapula persoalan misalnya bagi guru-guru yang belum terlalu ‘dekat’ dengan teknologi terkait aplikasi belajar daring juga perlu waktu untuk menyesuaikan diri.
Dalam waktu yang singkat, pola pembelajaran berubah. Guru yang biasanya mengajar di depan kelas harus membuat berbagai media yang interaktif selama pembelajaran jarak jauh ini. Mulai dari video pembelajaran, tutorial, latihan soal yang dikemas dengan permainan, kuis-kuis dan lain lain. Adapun untuk mengevaluasi tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, mereka diminta untuk mengirimkan foto, video, tulisan hasil pekerjaannya. Hal tersebut sebagai salah satu kontrol dari learning from home ini.
Pertanyaan pun muncul, apakah learning from home yang dilaksanakan sudah berorientasi pada kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum di seluruh jenjang pendidikan atau tidak? Jawabannya, tentu disesuaikan oleh kebutuhan peserta didik dan kemampuan guru mata pelajaran. Pertanyaan berikutnya, apakah learning from home bisa membentuk karakter peserta didik layaknya belajar di kelas bersama guru? Jawaban untuk pertanyaan tersebut perlu adanya telaah yang mendalam. Terutama apabila dilihat dari sisi pendidikan dasar, yang mengarah pada anak-anak usia dini yang masih butuh pendampingan dan contoh yang nyata.
Berbicara mengenai karakter, dapat dimaknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, oleh raga, dan olah rasa dan karsa (Winataputra, 2010). Sejalan dengan hal tersebut Lickona (2015) memaparkan pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action). Artinya, pendidikan karakter bermuara pada pembentukan perilaku yang baik.
Sementara, learning from home ini mengindikasikan anak untuk belajar secara ‘merdeka’. Dalam arti tidak terikat aturan-aturan baku seperti layaknya di sekolah. Pada konteks ini, ada beberapa karakter umum yang bisa terbangun dalam proses ‘merdeka belajar’ ini. Pertama, karakter kemandirian belajar dengan menggunakan fasilitas dan media yang ada. Selain karena kondisi yang dipaksakan, para siswa juga didorong untuk lebih mandiri dalam mempelajari suatu bahan pelajaran. Kedua, lebih berani dan aktif bertanya. Mereka juga bisa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran seperti menanyakan soal kepada guru melalui media internet. Walaupun sudah terdapat jadwal pembelajaran tetapi siswa tidak akan terlalu terikat dengan waktu dan tempat yang harus dikunjungi, dikarenakan bahan pembelajaran dapat diakses kapan saja dan pengumpulan tugas bisa dikumpulkan melalui online.
Ketiga, kreativitas diri dari pemanfaatan internet maupun media yang tersedia di rumah. Tugas belajar yang didapat disesuaikan dengan kondisi yang ada, sehingga banyak tugas yang diselesaikan siswa dengan memanfaatkan media yang ada di rumah masing-masing. Keempat, karakter rasa ingin tahuyang berasal dari niat diri, membuat munculnya rasa butuh akan jawaban tersebut hingga akhirnya dorongan belajar mandiri pun muncul. Kelima, karakter daya juang (Conviction dalam nilai Cc5 Tarakanita) yang mengarah pada upaya diri untuk terus menyelesaikan tugas secara maksimal. Keenam, karakter jujur yang mengarah pada pelatihan diri untuk jujur mengerjakan setiap tugas sesuai kemampuan diri sendiri. Ketujuh, karakter religius, yang terbangun dari permulaan dan akhir pembelajaran yaitu berdoa dan beryukur.
Karakter umum tersebut dapat mengarah pada semua jenjang pendidikan. Namun, bagi jenjang pendidikan dasar, perlu adanya penanaman perilaku baik yang lain pada anak. Seperti yang dipaparkan oleh Direktur Pendidikan Sekolah Karakter Genius Islamic School Depok, Eva Nawiyah (dalam Republika.co.id), perilaku baik anak bisa diarahkan pada lima pilar karakter. Lima pilar tersebut adalah religius, empati, respect atau menghormati, disiplin, dan self regulated learner. Penanaman karakter tersebut dilakukan dengan pemberian tugas belajar sesuai tahapan perkembangan anak. Tentu dalam hal ini dilakukan dengan pendampingan oleh orang tua masing-masing. Contoh sederhana, misalnya merapikan tempat tidur, belajar membantu menyapu atau perilaku positif lain yang dapat dikategorikan membantu orang tua. Selain itu, laporan dari orang tua tentang kegiatan anak selama di rumah perlu diberikan kepada pihak sekolah sebagai kontrol learning from home.
Namun demikian, dari sekian karakter positif yang terbangun, adapula tantangan yang muncul selama learning from home ini. Tantangan yang paling utama adalah melawan rasa malas. Sebab, prinsip ’’merdeka belajar” di rumah memiliki keleluasaan dalam belajar. Tidak bertemu guru secara langsung, jadwal tidak penuh, jam belajar panjang, tidak harus duduk tenang, suasana santai, bisa makan sesuai keinginan karena belajar di rumah sendiri. Jika tidak diantisipasi dengan semangat juang yang tinggi, keleluasaan akan berubah menjadi kemalasan. Kemalasan berarti berpengaruh pada evaluasi hasil baik hasil kompetensi maupun hasil pada pembentukan karakter.
Sudah sewajarnya, penguatan pendidikan karakter guna membangun karakter peserta didik bukan semata tanggung jawab sekolah saja melainkan tanggung jawab trisentra pendidikan, yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat. Di tengah penyebaran wabah Covid-19 ini, ketiga peranan tersebut harus dapat menginternalisasikan nilai-nilai karakter peserta didik dengan bersinergi, berkolaborasi, dan bekerja sama agar karakter anak dapat terbangun dengan baik sesuai amanat undang-undang yang dicanangkan oleh pemerintah. (cpg)
-
fasy26 Aug 2020 02:08:48Membangun karakter peserta didik bukan semata tanggung jawab sekolah saja melainkan tanggung jawab trisentra pendidikan, yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat.