Article Detail
Ciptakan Experiential Marketing di Media Sosial
“Tren branding generasi ketiga perlahan tapi pasti diyakini akan mengubah cara pemasaran di masa depan” (Harry Tanoso, Majalah Marketing edisi 02/XIII/Februari 2013, hal. 78)
Perkembangan ICT (Information and Communication Technology) digital semakin hari semain canggih, bahkan cenderung tak terkendalikan. Google, Yahoo, Blog, Wikipedia, Youtube, Facebook, serta nama-nama lain dalam teknologi web saat ini menjadi bagian dari keseharian para peserta didik kita. Hanya dengan jari-jari, segala sesuatu begitu mudah dan ringkas tersaji; SMS, videocam, MP3/MP4 Player, Bluetooth, 3G, GPRS, GPS, dan banyak lagi yang membuat mereka sangat mudah menggenggam dan menguasai dunia. Sulit dipungkiri, seperti itulah kiranya sebagian besar wajah generasi muda kita saat ini.
Mereka memang terlahir dan hidup dalam dunia digital, dunia yang diadopsi dalam keseharian, gaya belajar, serta interaksi sosial. Mereka adalah generasi digital natives, penduduk asli dunia digital, lahir dan tumbuh dalam pengetahuan teknologi digital, menyukai sesuatu yang baru, cepat, dan inovatif, berprinsip pada kebebasan ekspresi seperti layaknya ideologi internet yang bebas tanpa batas. Mereka, melalui naluri alamiahnya, bisa dengan mudah mencari berbagai informasi, belajar dan memecahkan masalahnya sendiri, serta menciptakan berbagai inovasi kreatif dengan segala pernak-pernik teknologi.
Mereka menghayati perannya sebagai multi tasking, menyukai dan melakukan segala sesuatu dengan cara dan dalam waktu bersamaan. Sementara kita, para pengajar dan pendidik di sekolah kita dan sebagian besar orang dewasa, adalah digital immigrants, generasi yang mengadopsi dan menggunakan internet serta teknologi terkait, namun terlahir sebelum era digital itu sendiri. Kita adalah warga pendatang dan sekaligus pembelajar di dunia digital mereka itu.
Nah…
Branding generasi ketiga sangat didukung oleh keterbukaan informasi. Kini hampir tidak ada lagi kerahasiaan. Lihat saja apa yang terjadi di jejaring sosial seperti facebook; banyak sekali orang yang membuka status hubungan pribadi, jaringan pertemanan, bahkan ulang tahun dan nomor ponselnya ke publik. Dunia sudah menjadi semakin transparan, dan di era transparansi inilah muncul branding generasi ketiga.
Setiap terjadi perubahan tren, seketika langsung menular ke belahan dunia lain. Hal ini terjadi berkat kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, baik lewat televisi maupun perangkat mobile seperti komputer tablet maupun smartphone. Semua kemudahan informasi akibat teknologi ini mengakibatkan individu-individu semakin mudah mengakses dan berbagi informasi. Cara bersosialisasi pun berubah, semakin banyak percakapan dengan teman dan saudara melalui media sosial.
Realitas digital natives generasi sekarang itulah yang menjadi gambaran riil customer kita, sementara sebagian besar pemberi layanan masih dalam kategori digital immigrants. Sebuah kesenjangan riil yang bertemu dalam ruang dan waktu yang kita sebut sebagai proses pembelajaran. Sebagai sebuah aktivitas transformatif, pembelajaran di sekolah seringkali terkendala oleh kesiapan baik dalam tataran teknis-praksis maupun dalam kerangka paradigma dan pemaknaan teknologi itu sendiri. Tidak jarang sekolah kita latah dengan pengadaan dan pemenuhan infrastruktur, sementara tingkat utilitasnya ternyata masih rendah.
Kondisi dan situasi jaman di mana ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki periode perkembangan yang sangat signifikan (ditandai dengan meluasnya sains dan teknologi komputer), mau tidak mau menggugah wacana untuk berani berubah, dalam tataran yang lebih praktis adalah menyesuaikan diri dengan tuntutan kompetitif dunia pendidikan pada umumnya. Profil kompetensi lulusan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dengan semakin banyak orang di berbagai tempat, membawa kita pada upaya memenuhi kuantitas dan kualitas pelayanan pembelajaran berbasis informasi kreatif.
Salah satu ciri yang paling menonjol pada abad XXI adalah semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat manusia. Dunia pendidikan cepat atau lambat terimplikasi oleh penting dan mutlaknya teknologi informasi, media di mana Ilmu pengetahuan akan semakin converging/bertemu dalam satu tempat/menyatu, dan terimbas oleh technosains/ilmu yang dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi.
Platform media ke depan ini jugalah yang sangat berperan penting bagi perkembangan branding sekolah kita. Aplikasi berbasis Web menjadi satu contoh sarana promosi dan publikasi yang sangat efektif dengan para customer, semata-mata karena berbasis internet. Media sosial menjadi sangat penting dalam membuat engagement dengan pelanggan. Generasi sekarang merupakan generasi yang kreatif dan aware terhadap tren terbaru. Customer bukan hanya sebagai objek, tetapi juga mengalami dan terlibat langsung dalam hal branding. Inilah yang dimaksud dengan melibatkan pelanggan secara experiential marketing.
Pesatnya perkembangan media sosial sebagai media baru untuk strategi pemasaran mengharuskan Tarakanita ikut serta menerapkan strategi ini. Efektivitas waktu dan biaya, serta keterlibatan customer menjadi beberapa alasan penting. Kemudahan mencari informasi bagi customer menjadi kebutuhan mutlak di era sekarang. Kita harus melibatkan customer sehingga tidak lagi hanya menjadi pelanggan yang pasif. *Amb. Sigit Kristiantoro (Kasub. Humas & Teknologi Informasi), dari berbagai sumber.
Perkembangan ICT (Information and Communication Technology) digital semakin hari semain canggih, bahkan cenderung tak terkendalikan. Google, Yahoo, Blog, Wikipedia, Youtube, Facebook, serta nama-nama lain dalam teknologi web saat ini menjadi bagian dari keseharian para peserta didik kita. Hanya dengan jari-jari, segala sesuatu begitu mudah dan ringkas tersaji; SMS, videocam, MP3/MP4 Player, Bluetooth, 3G, GPRS, GPS, dan banyak lagi yang membuat mereka sangat mudah menggenggam dan menguasai dunia. Sulit dipungkiri, seperti itulah kiranya sebagian besar wajah generasi muda kita saat ini.
Mereka memang terlahir dan hidup dalam dunia digital, dunia yang diadopsi dalam keseharian, gaya belajar, serta interaksi sosial. Mereka adalah generasi digital natives, penduduk asli dunia digital, lahir dan tumbuh dalam pengetahuan teknologi digital, menyukai sesuatu yang baru, cepat, dan inovatif, berprinsip pada kebebasan ekspresi seperti layaknya ideologi internet yang bebas tanpa batas. Mereka, melalui naluri alamiahnya, bisa dengan mudah mencari berbagai informasi, belajar dan memecahkan masalahnya sendiri, serta menciptakan berbagai inovasi kreatif dengan segala pernak-pernik teknologi.
Mereka menghayati perannya sebagai multi tasking, menyukai dan melakukan segala sesuatu dengan cara dan dalam waktu bersamaan. Sementara kita, para pengajar dan pendidik di sekolah kita dan sebagian besar orang dewasa, adalah digital immigrants, generasi yang mengadopsi dan menggunakan internet serta teknologi terkait, namun terlahir sebelum era digital itu sendiri. Kita adalah warga pendatang dan sekaligus pembelajar di dunia digital mereka itu.
Nah…
Branding generasi ketiga sangat didukung oleh keterbukaan informasi. Kini hampir tidak ada lagi kerahasiaan. Lihat saja apa yang terjadi di jejaring sosial seperti facebook; banyak sekali orang yang membuka status hubungan pribadi, jaringan pertemanan, bahkan ulang tahun dan nomor ponselnya ke publik. Dunia sudah menjadi semakin transparan, dan di era transparansi inilah muncul branding generasi ketiga.
Setiap terjadi perubahan tren, seketika langsung menular ke belahan dunia lain. Hal ini terjadi berkat kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, baik lewat televisi maupun perangkat mobile seperti komputer tablet maupun smartphone. Semua kemudahan informasi akibat teknologi ini mengakibatkan individu-individu semakin mudah mengakses dan berbagi informasi. Cara bersosialisasi pun berubah, semakin banyak percakapan dengan teman dan saudara melalui media sosial.
Realitas digital natives generasi sekarang itulah yang menjadi gambaran riil customer kita, sementara sebagian besar pemberi layanan masih dalam kategori digital immigrants. Sebuah kesenjangan riil yang bertemu dalam ruang dan waktu yang kita sebut sebagai proses pembelajaran. Sebagai sebuah aktivitas transformatif, pembelajaran di sekolah seringkali terkendala oleh kesiapan baik dalam tataran teknis-praksis maupun dalam kerangka paradigma dan pemaknaan teknologi itu sendiri. Tidak jarang sekolah kita latah dengan pengadaan dan pemenuhan infrastruktur, sementara tingkat utilitasnya ternyata masih rendah.
Kondisi dan situasi jaman di mana ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki periode perkembangan yang sangat signifikan (ditandai dengan meluasnya sains dan teknologi komputer), mau tidak mau menggugah wacana untuk berani berubah, dalam tataran yang lebih praktis adalah menyesuaikan diri dengan tuntutan kompetitif dunia pendidikan pada umumnya. Profil kompetensi lulusan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dengan semakin banyak orang di berbagai tempat, membawa kita pada upaya memenuhi kuantitas dan kualitas pelayanan pembelajaran berbasis informasi kreatif.
Salah satu ciri yang paling menonjol pada abad XXI adalah semakin bertautnya dunia ilmu pengetahuan, sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat. Dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di dunia pendidikan, telah terbukti semakin menyempitnya dan meleburnya faktor “ruang dan waktu” yang selama ini menjadi aspek penentu kecepatan dan keberhasilan penguasaan ilmu pengetahuan oleh umat manusia. Dunia pendidikan cepat atau lambat terimplikasi oleh penting dan mutlaknya teknologi informasi, media di mana Ilmu pengetahuan akan semakin converging/bertemu dalam satu tempat/menyatu, dan terimbas oleh technosains/ilmu yang dikembangkan dengan dukungan teknologi informasi.
Platform media ke depan ini jugalah yang sangat berperan penting bagi perkembangan branding sekolah kita. Aplikasi berbasis Web menjadi satu contoh sarana promosi dan publikasi yang sangat efektif dengan para customer, semata-mata karena berbasis internet. Media sosial menjadi sangat penting dalam membuat engagement dengan pelanggan. Generasi sekarang merupakan generasi yang kreatif dan aware terhadap tren terbaru. Customer bukan hanya sebagai objek, tetapi juga mengalami dan terlibat langsung dalam hal branding. Inilah yang dimaksud dengan melibatkan pelanggan secara experiential marketing.
Pesatnya perkembangan media sosial sebagai media baru untuk strategi pemasaran mengharuskan Tarakanita ikut serta menerapkan strategi ini. Efektivitas waktu dan biaya, serta keterlibatan customer menjadi beberapa alasan penting. Kemudahan mencari informasi bagi customer menjadi kebutuhan mutlak di era sekarang. Kita harus melibatkan customer sehingga tidak lagi hanya menjadi pelanggan yang pasif. *Amb. Sigit Kristiantoro (Kasub. Humas & Teknologi Informasi), dari berbagai sumber.
Comments
-
there are no comments yet
Leave a comment